As-Sayyid Ahmad bin Isa Al-Muhajir

Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada tahun 260 Hijriyah di kota Basrah, Iraq. Beliau seorang ‘alim, ‘amil (mengamalkan ilmunya), hidup bersih dan wara’ (pantang bergelimang dalam soal keduniaan). Allah SWT mengaruniainya dua ilmu sekaligus, ilmu tentang soal-soal lahir dan ilmu tentang futuhat al-bathin. Di Iraq beliau hidup terhormat dan disegani, mempunyai kedudukan terpandang dan mempunyai kekayaan cukup banyak.
Gelar al-Muhajir.
Para ahli sejarah sepakat memberi gelar al-Muhajir hanya kepada Imam Ahmad bin Isa sejak hijrahnya dari negeri Iraq ke daerah Hadramaut. hanya Imam al-Muhajir yang khusus menerima gelar tersebut meskipun banyak pula orang-orang dari kalangan ahlul bait dan dari keluarga pamannya yang berhijrah menjauhi berbagai macam fitnah dan berbagai macam gerakan yang timbul.
Di namakan al-Muhajir, karena beliau hijrah dari Basrah ke Hadramaut karena sebab-sebab perbaikan yang diperlukan, diantaranya adalah mencari ketenangan demi menyelamatkan agamanya dan agama para pengikutnya ke tempat yang aman. Hijrah yang dilakukan oleh al-Muhajir bukanlah sesuatu yang baru, tetapi merupakan hal yang biasa dilakukan oleh sepuluh pemimpin dari kalangan keluarga Nabi saw, seperti Rasulullah saw dan keluarganya yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, Imam Ali bin Abi Thalib hijrah dari Hijaz ke Iraq, yang diikuti oleh anak dan cucunya setelahnya seperti Imam al-Husein bin Ali, Zaid bin Ali bin Husein, Muhammad al-Nafsu al-Zakiyah bin Abdullah al-Mahdh bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib serta saudaranya Ibrahim dan Idris, kakek Bani Adarisah di Maghrib dan lainnya.
Sedangkan al-Muhajir hijrah dari Basrah ke Hadramaut disebabkan timbulnya fitnah, bencana dan kedengkian yang telah mewabah pada masyarakat Iraq, berkuasanya para ahli bid’ah dan banyaknya penghinaan terhadap para syarif Alawiyin, dan beratnya berbagai tekanan yang mereka rasakan, banyaknya para pencuri dari kalangan orang-orang hitam, dan perbuatan yang tidak pantas terhadap wanita kaum muslimin serta banyaknya pembunuhan, di samping itu mereka juga mencaci maki khalifah Usman, Ali, Tolhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah, maka pada tahun 317 hijriyah, Imam al-Muhajir hijrah ke Hadramaut berserta keluarganya yang berjumlah 70 orang. Ikut serta dalam perjalanan beliau anaknya yang bernama Ubaidillah dan ketiga cucunya Alwi, Jadid dan Basri. Anak Imam Ahmad yang bernama Muhammad tetap tinggal di Iraq untuk menjaga harta Imam Ahmad al-Muhajir, sampai beliau mendapat keturunan dan meninggal di sana.
Dalam majalah al-Rabithah, jilid 5 halaman 296 dijelaskan bahwa, .Imam Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut tidak untuk mencari kekayaan dunia, karena di Hadramaut tidak ada sesuatu untuk dicari. Barang siapa mendengar berita tentang negeri Hadramaut, maka dapat dikatakan bahwa Sayid Ahmad bin Isa dan keturunannya tidaklah hijrah dari negeri Iraq yang subur ke negeri yang tandus dan tidak dapat ditemukan adanya banyak makanan, akan tetapi beliau hijrah bersama keluarga dan anaknya karena menjaga diri dan agamanya dari fitnah dan kekejaman bala tentara kerajaan’.
Sebelum ke Hadramaut, beliau melakukan perjalanan melalui Hijaz pada tahun 317 hijriyah, bersama sebagian maula dan anak pamannya seperti kakek dari keluarga al-Ahadilah dan al-Qudaim, dan pada tahun 318 hijriyah ke Madinah melalui Syam, disebabkan jalan ke Makkah dan Madinah dari Iraq kurang aman. Mereka tinggal di Madinah sampai musim haji untuk menunaikannya dan saat itu kaum Qaramithah telah mengambil Hajar al-Aswad dari tempatnya. Dalam perjalanan haji, al-Imam al-Muhajir bertemu dengan rombongan haji Hadramaut.
Setelah itu al-Muhajir berangkat ke Yaman dan memilih sayid Muhammad bin Sulaiman bin Ubaidillah bin Isa bin Alwi bin Muhammad bin Dhohman bin Auf bin al-Imam Musa al-Kadzim untuk tinggal di Wadi Saham, sebagaimana al-Muhajir memilih seorang dari keluarga al-Qudaim untuk tinggal di Wadi Surdud.
Ketika sampai di Wadi Du’an, al-Muhajir tinggal di Jubail, kemudian pindah lagi ke Hajrain daerah yang mempunyai pemandangan yang indah. Dengan ilmu dan bukti-bukti beliau memberikan pemahaman kepada ahlu bid’ah dan ahlu sunnah di sana sehingga Allah swt mempertemukan kedua kelompok yang bertikai itu di bawah kemuliaan al-Muhajir.
Menurut Muhammad bin Salim al-Bijani, daerah yang pertama kali disinggahi Imam Ahmad adalah Jubail di mana penduduknya mempunyai sifat yang baik dan mereka menerima dengan senang hati kedatangan Imam al-Muhajir. Negeri Jubail terletak di Wadi Du’an yang penduduknya bermadzhab Ahlussunnah dan Syi’ah yang dikelilingi oleh penganut madzhab Ibadiyah. Penduduk Jubail berasal dari suku Kindah dan Sodap. Tidak lama kemudian Imam Ahmad pindah ke Hajrain dan tinggal di sana selama satu tahun. Di Hajrain beliau membeli perkebunan kurma dengan harga 1.500 dinar dan menghadiahkan perkebunan tersebut kepada mawalinya. Kemudian beliau pergi ke desa Bani Jasir dan kemudian ke Husaisah. Di Husaisah beliau menetap sampai wafat. Pengembaraan beliau di Hadramaut di mulai dari tahun 320 hijriyah sampai tahun 345 hijriyah. Beliau hidup pada zaman Daulah Ziyadiyah (Bani Umayah) dan pada zaman Daulah Zaidiyah (al-Hasyimi) di Yaman. Selama di Hadramaut, beliau memerangi kaum Ibadhiyah dan kaum Qaramithah tanpa senjata.
Kemudian beliau pindah ke Husaisah, yang jaraknya setengah marhalah dari Tarim, dan ditempat itu beliau menghabiskan sisa umurnya untuk berda’wah menuju kesatuan pandangan dan kekuatan madrasah alquran dan sunnah berdasarkan manhaj ahlu sunnah wal jamaah. Beliau adalah seorang mujtahid dalam ilmu ushul, maka kuatlah manhaj yang membawa kebahagiaan di Hadramaut atas usahanya, sehingga muncul madzhab Imam Syafii yang kemudian menjadi madzhab anak keturunannya dalam bidang furu’. Al-Muhajir wafat dan di makamkan di Husaisah tahun 345 hijriyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar